Rabu, 10 Maret 2010

sejarah kebudayaan

KOMPONEN-KOMPONEN (UNSUR)UTAMA KEBUDAYAAN

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

  1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
    • alat-alat teknologi
    • sistem ekonomi
    • keluarga
    • kekuasaan politik
  2. C.Kluckhon, menyebutkan ada 7 unsur kebudayaan.

· system mata pencaharian hidup

· system peralatan dan teknologi

· system organisasi kemasyarakatan.

· system pengetahuan

· bahasa

· kesenian.

· System religi dan upacara keagamaan

  1. Prof Koentjaraningrat.

· peralatan dan perlengkapan hidup.

· mata pencaharian hidup dan system ekonomi

· system kemasyarakatan.

· bahasa

· kesenian

· system pengetahuan.

· religi

ketujuh unsure kebudayaan pokok itu di sebut unsure-unsur kebudayaan universal, karena dapat di jumpai pada setiap kebudayaan di mana pun dunia ini, baik yang hidup di masyarakat pedesaan maupun dalam masyarakat kota besar.

Setiap unsure kebudayaan itu dapat di pecah-pecah lagi menjadi sub-sub unsure kebudayaan yang lebih kecil lagi misalnya”sitem mata pencaharian: yang beraneka ragam seperti meramu dan berburu, bertani , nelayan, brdagang, mendirikan industri dan sebagainya.

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

  1. Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)

Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:

* alat-alat produktif

* senjata

* wadah

* alat-alat menyalakan api

* makanan

* pakaian

* tempat berlindung dan perumahan

* alat-alat transportasi

  1. Sistem mata pencaharian hidup

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

* berburu dan meramu

* beternak

* bercocok tanam di ladang

* menangkap ikan

  1. Sistem kekerabatan dan organisasi sosial

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

  1. Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

  1. Kesenian

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

  1. Sistem kepercayaan

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.

Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:

... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.[1]

Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.

Agama Samawi

Agama Samawi atau agama Abrahamik meliputi Islam, Kristen (Protestan dan Katolik) dan Yahudi.

Agama Yahudi

Yahudi adalah salah satu agama yang —jika tidak disebut sebagai yang pertama— tercatat sebagai agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang. Nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi adalah bagian utama dari agama Ibrahim lainnya, seperti Kristen dan Islam.

Agama Kristen

Kristen adalah salah satu agama penting yang berhasil mengubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus.

Agama Islam

Agama Islam merupakan agama monotheime/atau monotheistik pertama dan tertua Agama lain merupakan modifikasi manusia dari agama islam kita bisa lihat dari perkembangan agama dari nabi-nabi terdahulu.

Agama Islam telah berhasil merubah cara pandang orang-orang eropa terhadap kebudayaan, seperti ilmu-ilmu fisika, matematika, biologi, kimia dan lain-lain oleh para fislsuf barat yang kemudian hal itu diubah dan diakui oleh orang-orang eropa bahwa hal itu merupakan hasil karya orang eropa asli, Terutama oleh kalangan para filsafat Sementara itu, nilai dan norma agama Islam banyak mempengaruhi kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan juga sebagian wilayah Asia Tenggara.

  1. Sistem Pengetahuan

Dalam suatu enografi biasanya ada berbagai bahan mengenai sistem pengetahuan dalam kebudayaan suku bangsa.

Banyak suku bangsa di muka bumi ini tidak dapat hidup apabila mereka tidak mengetahui pengetahuan tentang alam sekelilingnya dan sifat-sifat dari peralatan yang dipakainya.

Tap kebudayaan memang selalu mempunyai suatu kompleks himpunan pengetahuan tetang alam, tentang segala tumbuh-tumbuhan, binatang, benda dan manusia di sekitar yang bersal dari pengalaman-pengalaman mereka.

Pengetahuan di dunia ini yang biasannya di punya suku bangsa antara lain:

· Alalm sekitar.

· Flora di daerah tempat tinggal.

· Alam faunan di daerah tempat tinggalnya.

· Zat-zat bahan mentah dan benda-benda dalam lingkungannya.

· Tubuh manusia.

· Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia.

· Ruang dan wwaktu.


makalah psikologi industri

MAKALAH
PSIKOLOGI INDUSTRI

ANALISIS JABATAN DAN PERENCANAAN
SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Industri










Oleh Kelompok 8







UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING
2010
A. Analisis jabatan
Analisis jabatan adalah suatu proses untuk mendapatkan keterangan mengenai suatu jenis pekerjaan melalui metode observasi dan interview. Dari analisis jabatan ini akan diperoleh suatu deskripsi yang lengkap mengenai jenis pekerjaan yang dimaksud, antara lain kewajiban dan tanggung jawab si pekerja/perlengkapan-perlengkapan yang dipergunakan dan lain-lain. Berdasarkan mengenai pekerjaan itu. Job analystnya dapat menetukan karakteristik-karakyeristik apa yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin memegang jabatan tertentu.
Maslow (1945) memberikan uraian yang panjang mengenai arti dari tujuan membuat analisis jabatan. Dalam penelitian jabatan ini dapat dicatat lebih dari 20 tujuan, akan tetapi Maslow mengelompokkan beberapa tujuan tadi ke dalam bagian-bagian yang lebih luas :
1. Analisis jabatan seringkali dihubungkan dengan penyusunan atau pemilihan jabatan-jabatan dalam kelompok-kelompok berdasarkan persamaan tugas dan persyaratan. Inilah skema tipe skema penggolongan seperti yang dipergunakan oleh United States Employment Service (USES) dalam penggolongan pekerjaan-pekerjaan dan oleh United States Civil Service Commission dalam melaksanakan persyararan-persyaratan dari The Federal Classification Act.
2. Analisis jabatan sering digunakan untuk maksud penentuan upah. Ini biasanya disebut evaluasi jabatan.
3. Tujuan dan analisis jabatan adalah untuk menetapkan dasar-dasar penerimaan karyawan. Di sisni ditekankan kualitas perseorangan yang diperlukan untuk dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan.
4. Tujuan berikutnya dari analisis nabatan ialah untuk menetapkan patokan untuk pola karier.
5. Analisis jabatan digunakan sebagai alat bantu dalam menelaah organisasi, susunan kekuasaan, hubungan-hubungan dalam organisasi dan hubungan-hubungan keluar.
6. Penggunaan lain dari analisis jabatan ialah untuk menyempurnakan metode. Ini merupakan teknik tradisional dan cukup terkenal.
7. Analisis jabatan diterapkan pada serangkaian masalah-masalah yang mungkin berguna pada permulaan diagnose dan penyesuaian diri pekerja.
8. Akhirnya analisis jabatan sering dipergunakan sebagai dasar merit rating dan evaluasi penampilan kerja
Mengenai keterangan-keterangan apakah yang bisa diperoleh dengan analisis jabatan, masing-masing ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda. Menurut pendapat penulis, hal-hal yang penting dalam analisis jabatan ialah yang dipakai para penganalisis dan pada tujuan si penganalisis. Sebagai contoh, kita bandingkan kategori-kategori yang diusulkan oleh Thorndike dan oleh Ghiselli serta Brown. Ternyata Ghiselli dan Brown menguraiakn dua skope yang mereka sebut skope analisis jabatan dan skope analisis-analisis terhadap pekerja, sedangkan Thorndike hanya menguraikan suatu daftar kategori-kategori yang disebut garis besar kategori analisis jabatan.
Menurut Ghiselli dan Brown (1950) suatu jenis analisis jabatan akan memberikan keterangan-keterangan sebagai berikut :
a. Nama Jabatan atau Pangkat
b. Metode dan Prosedur Kerja yang Sekarang
1. Kewajiban-kewajiban dan tugas-tugas yang dikerjakan si pekerja.
2. Nahan-bahan, perlengkapan dan lain-lain yang dipakai si pekerja.
3. Alat-alat, mesin, dan peralatan yang digunakan oleh si pekerja, ini ditekankan pada deskripsi tempat kerja.
4. Metode prosedur yang dipakai dalam melaksanakan pekerjaan.
5. Rasa tanggung jawab.
6. Besarnya pengawasan yang diterima dan diberikan.
7. Standard hasil kerja.
c. Kondisi Fisik dalam Lingkungan Kerja
1. Tempat kerja; di dalam atau di luar.
2. Kondisi-kondisi penerangan.
3. Kondisi-kondisi ventilasi.
4. Kondisi-kondisi keriuhan suara.
5. Segi-segi yang berbahaya dan tak sehat.
d. Hubungan antara Pekerjaan yang Satu dengan Pekerjaan yang Lain
1. Pembantu atau asisten-asisten.
2. Teman kerja.
3. Koordinasi tugas-tugas dari jabatan yang satu dengan jabatan yang lain
e. Kondisi-kondisi Penerimaan Karyawan
1. Metode seleksi karyawan
a. Teknik yang dipergunakan seperti tes, wawancara dan lain-lain.
b. Promosi atau pemindahan dari jabatan-jabatan tertentu.
2. Lamanya jam-jam kerja
3. Besarnya dan metode-metode penggajian.
4. Tetap atau tidaknya pekerjaan.
5. Kesempatan untuk promosi dan maju.
Pada bagian selanjutnya ialah suatu analisis terhadap pekerja akan memberikan keterangan sebagai berikut :
I. Ciri-ciri badaniah dari si pekerja
1. Kesehatan
2. Kekuatan dan daya tahan
3. Besarnya/ukuran badan
4. Ketrampilan
5. Kekurangan-kekurangan badaniah yang diperbolehkan
II. Ciri-ciri rokhaniah dari si pekerja
1. Ketajaman indera.
2. Kecakapan dan kemampuan, seperti ketangkasan tangan, kemampuan mengerjakan masalah hitungan dan lain-lain.
3. Sifat, tabiat dan kelakuan seperti kejujuran, kestabilan emosi dan lain-lain.
III. Latar belakang si pekerja
1. Pendidikan umum
2. Pengalaman kerja sebelumnya
3. Latihan praktek dalam perusahaan
Menurut Thorndike, setelah uraian jabatan terhadap suatu jabatan telah selesai, maka si penganalisis jabatan seharusnya lalu menginterpretasi jabatan dalam hubungannya dengan sifat-sifat si pekerja yang diperlukan. Penganalisis membuat suatu analisis jabatan berdasarkan atas garis besar analisis jabatan yang diusulkan sebagai berikut :
I. Persyaratan badaniah
1. Kekuatan pada umumnya dan secara khusus kekuatan otot-otot yang sangat diperlukan.
2. Daya tahan bertahan terhadap kelelahan
3. Kecepatan
4. Koordinasi yang baik – untuk kekuatan otot-otot yang khusus.
5. Penyelarasan ¬¬¬– kelancaran dalam mempelajari pola-pola gerakan yang baru.
II. Persyaratan indera yaitu ketajaman dari indera untuk mengoperasikan mesin-mesin tertentu
III. Persyaratan persepsi
1. Kecepatan dalam persepsi – untuk tiap indera seperti yang diminta.
2. Ketepatan dalam membedakan – untuk tiap-tiap sifat indera seperti yang diminta.
IV. Persyaratan intelektual
1. Daya tangkap secara lisan
2. Kemampuan dalam angka (perhitungan)
3. Berfikir secara deduktif dan induktif
4. Daya tangkap dalam hal mekanis
5. Penglihatan ruang/spasi.
V. Persyaratan kecakapan akademis
1. Ketepatan dalam mekanisme ekspresi
2. Kelancaran dalam ekspresi lisan
3. Pengetahuan matematis.
VI. Persyaratan social
1. Tingkah laku dan penampilan yang menyenangkan
2. Pengertian terhadap sikap orang lain
3. Kebijaksanaan dan ketrampilan dalam bergaul.
VII. Persyaratan minat
1. Minat terhadap orang
2. Minat terhadap barang mekanis
3. Minat terhadap gagasan-gagasan abstrak
4. Minat terhadap advontur, kegairahan dan perubahan.
VIII. Persyaratan kondisi emosi
1. Kemampuan bekerja di bawah tekanan-tekanan, kecepatan, keruwatan dan bahaya.
2. Kestabilan dan penyesuaian diri.
Perlu ditemukan di sini bahwa tiap-tiap pengarang yang menulis analisis jabatan, memberikan daftar dari kategori-kategori yang berdasarkan pada definisninya mengenai apa analisis jabatan itu. Seperti telah dikatakan sebelumnya, isi daripada analisis jabatan juga tergantung pada tujuan si penganalisis.
Sebagai contoh :
1. Suatu analisis untuk maksud evaluasi jabatan (misalnya untuk menyusun tingkatan upah) akan menekankan faktor-faktor seperti lamanya pendidikan, banyaknya pengalaman, inisiatif, usaha badaniah, usaha mental, perhatian, tingkat tanggung jawab dan kondisi pekerjaan.
2. Jika dilakukan suatu analisis sebagai dasar untuk bimbingan mengenai pekerjaan mana yang cocok, penganalisis, akan tertarik pada kursus-kursus pendidikan khusus yang dituntut untuk menguntungkan tugas, dan tak akan tertarik lebih-lebih pada lama pendidikan yang diminta. Semua itu penting dalam evaluasi jabatan. Faktor-faktor lain yang akan ditekankan untuk maksud-maksud bimbingan mengenai pekerjaan mana yang cocok adalah metode-metode pengerahan tenaga, umur waktu masuk, garis-garis kemajuan dan apakah majikan lebih suka menerima pegawai wanita ataukah pria.
3. Jika dilakukan untuk tujuan-tujuab testing, analisis jabatan dipusatkan pada unsur-unsur yang dapat ditest dan yang dapat membedakan pengawas yang baik dan yang kurang baik. Hal ini menyangkut pendidikan dan pengalaman sejauh keterangan-keterangan yang diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman kerja itu, dapat membantu si pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Analisis tersebut adalah mengenai inisiatif, usaha badaniah, perhatian, tingkat tanggung jawab sejenis sifat-sifat ini dapat ditest dengan suatu ujian.
Metode Yang Diperlukan Dalam Analisis Jabatan
Joseph E. Morsh memperbincangkan beberapa metode sebagai berikut :
1. Metode dengan Questionaire (angket)
Yang bersangkutan diminta untuk memberikan data-data mengenai jabatannya dan melukiskan jabatannya dengan kata-kata sendiri.
2. Metode dengan “Check-List”
Pekerjaan mengecek tugas-tugas yang dikerjakannya, dari suatu daftar pernyataan tugas-tugas yang melukiskan jabatan. Ruang lingkup pernyataan tugas-tugas yang ada di daftar tersebut tergantung dari pertimbangan si pembuat daftar.
3. Metode dengan Wawancara Individual
Ini menyangkut seleksi terhadap pekerja yang baik yang biasanya diwawancarai di luar pekerjaan.
4. Metode dengan Pengamatan
Ini dilakukan di tempat kerja sewaktu pekerja tersebut sedang melakukan pekerjaan yang akan dinilai. Penganalisis mengamati dan mananyai pekerja-pekerja guna memperoleh keterangan yang komplit, khusus dan teliti.
5. Metode dengan Wawancara Kelompok
Sejumlah besar pejabat-pejabat yang mewakili jabatan-jabatan yang sama diseleksi. Dengan bantuan dari penganalisis, pejabat-pejabat mencatat data-data identifikasi dan mengingat serta menulis kegiatan-kegiatan mereka. Pada penutupan pertemuan penganalisis mengkombinasikan data-data dari pejabat-pejabat tadi dalam suatu schedule komposisi untuk masing-masing jabatan.


6. Metode dengan Technical Conference
Sejumlah ahli diseleksi berdasarkan luasnya pengetahuan dan pengalamannya, dan bekerja bersama-sama untuk mencatat kegiatan-kegiatan yang menyangkut jabatan yang sedang dianalisis.
7. Metode dengan Catatan Harian
Pekerja diminta untuk mencatat tugas-tugasnya, dari hari ke hari. Keharusan mengingat-ingat dikurangi dan frekuensi pelaksanaan tugas untuk suatu periode pengumpulan data-data dibatasi.
8. Metode dengan Ikut Bersama-sama Kerja
Penganalisis jabatan tersebut ikut bkerja. Mungkin ia melakukan tugas-tugas sederhana dengan sedikit atau tanpa instruksi. Dalam hal kegiatan-kegiatan yang bersifat lebih teknis ia harus mempelajari terlebih dahulu pekerjaan tersebut dan kemudian mengerjakannya bersama dengan pegawai-pegawai yang sudah biasa.
9. Teknik Critical Incident
Ini menyangkut perkumpulan pernyataan-pernyataan yang ndidasarkan atas pengamatan langsung atau catatan-catatan perbuatan (tingkah laku ) yang memeperlihatkan performance yang baik sekali maupun yang tak memuaskan. Aspek tingkah laku dari pekerjaan-pekerjaan tersebut diperhatikan dan biasanya beberapa kejadian seperti itu mungkin berguna untuk mengenali persyaratan yang berat dari suatu jabatan, akan tetapi tidak memberikan keterangan yang cukup untuk suatu metode uraian jabatan yang lengkap.
Semua metode-metode di atas mempunyai kebaikan-kebaikan dan kekurangan-kekurangan. Di dalam bukunya yang berjudul “Personnel Selection”, Thorndike menjelaskan prosedur dalam pengumpulan data analisis jabatan. Ia menyatakan bahwa ada lima sumber ke mana penganalisis jabatan bisa mengadakan referensi :
1. Penelaahan jabatan yang lalu
2. Analisis terhadap bahan-bahan dokumentasi
3. Wawancara yang disertai pertanyaan tentang personnel
4. Pengalaman langsung dari penganalisis jabatan
5. Analisis statistik dari validitas-validitas test.
Bagaimana Menvalidir Analisis Jabatan ?
Apakah arti validitas dalam persoalan ini ? salah satu definisi yang ditulis oleh Marsh ialah : “penetapan hubungan antara laporan keterangan mengenai daftar tugas-tugas dan pelaksanaan nyata dari tugas-tugas tersebtu” .
Menurut pendapat penulis, sulitlah memvalidir analisis jabatan. Marsh menyebut beberapa masalah di dalam usaha memvalidir analisis jabatan. Sebagai contoh : “Pengamatan langsung terhadap pegawai-pegawai dalam situasi kerja tidak seluruhnya memuaskan, karena pegawai-pegawai tersebut mungkin melaksanakan tugas-tugas yang tidak dapat diamati. Kehadiran seorang observer mungkin juga member pengaruh yang komplek terhadap pelaksanaan tugas dan pengaruh tersebut sukar ditentukan”.
Prosedur lain untuk mencapai data validitas ialah membandingkan laporan supervisor (mandor) atas pelaksanaan tugas pegawai dengan jawaban yang diperoleh dari pegawai-pegawai itu sendiri. Supervisor tidak selalu mengetahui dengan tepat apa yang dikerjakan pegawai-pegawai tertentu.
Bagaimana Membuat Analisis Jabatan Sehingga Dapat Dipercaya (Reliable)
Dari beberapa penelaahan ternyata metode pengetesan dapat digunakan untuk membuat suatu analisis jabatan sehingga dapat dipercaya. Dikatakan oleh MC. Cormick bahwa : “pejabat-pejabat yang diminta untuk melaporkan lebih banyak keterangan-keterangan tentang tugas-tugas mereka cenderung untuk memberikan keterangan-keterangan yang lbih dapat dipercaya. Akan tetapi jika mereka hanya diminta untuk memilih pernyataan-pernyataan saja, mungkin mereka tidak akan membacanya dengan teliti”.
Reliabilitas analisis jabatan tergangtung pada banyak faktor seperti; waktu, frekuensi pegawai melaksanakan pekerjaannya. Sebagai contoh : melaporkan frekuensi pelaksanaan tugas lebih dapat dipercaya daripada melaporkan proporsi relatif dari waktu yang dipergunakan atau kesulitan dalam tugas.
Kegunaan Analisis Jabatan
Ghiselli dan Brown mengajukan tujuh kegunaan yang tampaknya sudah melingkupi semua tujuan yang dikemukakan oleh Zerga (Zerga mengemukakan 20 kegunaan analisis jabatan).
Tujuan-tujuan itu ialah untuk :
1. Pengembangan Kriteria Pengukuran Kesuksesan Kerja
Untuk mengetahui kriteria yang menentukan kesuksesan kerja, kita harus mengetahui aspek-aspek yang mendetail tentang pekerjaan. Hal ini dapat dilakukan dengan analisis jabatan.
2. Menetapkan Struktur Fungsionil Jabatan-jabatan
Dalam prakteknya industri-industri maupun lembaga pemerintah sering kali mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan membagi-bagi pekerjaan ke dalam bagian-bagian. Masing-masing bagian dikerjakan oleh orang-orang tertentu dengan sistem ban berjalan. Apabila tidak jelas arus lalu lintas kerja, batas-batas tanggung jawab dan kekuasaan, akan sering terjadi kekacauan dalam bekerja.
3. Evaluasi Jabatan
Penetapan upah kerja untuk bermacam-macam pekerjaan dilakukan dengan menilai detail-detail dan volume pekerjaan tersebut dievalusi dari segi pentingnya pekerjaan, taraf kesukaran, tingkatan pengalaman kerja, pengawasan yang diberikan dan training yang dimiliki.
4. Pengembanagn Teknik yang Digunakan untuk Keperluan Seleksi Karyawan Baru
Sifat pribadi seperti inteligensi, bakat, minst dan sebagainya dapat diketahui kegunaannya pada pekerjaan setelah pekerjaan dianalisis. Dengan diketahuinya sifat-sifat pribadi itu dapatlah dikembangkan alat-alat seleksi yang lebih tepat.
5. Pengembangan Metode dan Prosedur Kerja yang Lebih Efektif
Untuk memperbaiki metode dan prosedur kerja, haruslah dimulai dengan penelitian terhadap gerakan-gerakan dan cara-cara kerja yang lama. Gerakan-gerakan dan cara-cara yang kurang efektif diganti dengan yang lebih efektif.
6. Pengembangan Alat-alat dan Perlengkapan Kerja yang Lebih Efektif
Analisis terhadap alat-alat yang digunakan dalam bekerja akan menunjukkan cirri-ciri khas bermacam-macam situasi di mana alat tersebut digunakan. Misalnya drei (screw driver) yang bermacam-macam bentuknya bertujuan agar ada kesesuaian terhadap situasi kerja, dan lebih memudahkan dalam mengendor atau mengencangkan skrup.
7. Pengembangan Program Training (Pelatihan Kerja)
Tentang apakah yang harus ditraining dan bagaimana cara pemberian training suatu pekerjaan, dapat diketahui dari informasi-infarmasi tentang aspek-aspek pekerjaan. Analisis jabatan akan memberikan data-data tentang aspek-aspek tersebut.
Hasil Analisis Jabatan
Dua produk penting yang diperoleh dari analisis jabatan ialah deskripsi jabatan dan psikograf jabatan.
Deskripsi Jabatan
Hasil-hasil analisis terhadap jabatan, dikumpulkan secara sistematis di dalam deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan menggambarkan tentang bagaimana kenyataannya pekerjaan dilakukan. Menurut Sutrisno Hadi deskripsi jabatan dapat bermacam-macam bentuknya, tergantung pada tujuan pembuatanya. Namun demikian pada setiap deskripsi jabatan ada tiga hal yang harus dicantumkan :

1. Ringkasan jabatan atau “job summary”
2. Syarat-syarat kerja atau “job requirement”
3. Luas lingkup tugas atau “ scope of duties”
Diagram sebagai berikut :


Job deskripsi
Spesifikasi
Klasifikasi jabatan


Psiko Jabatan
Bila kita menganalisis tentang skills (kemampuan) dan sifat-sifat pribadi, bakat, minat, inteligensi dan sebagainya maka yang diperlukan oleh jabatan kita akan memeperoleh psikograf jabatan. Analisis terhadap skills dan sebagainya didasarkan pada serangkaian faktor-faktor yang dimuat dalam formulir psokograf jabatan. Pengisian psikograf didasarkan pada hasil rating terhadap karyawan-karyawan yang bekerja atau pimpinan-pimpinannya atau kedua-duanya. Nilai rating tentang kebutuhan akan faktor-faktor yang terdapat pada formulir psikograf bergerak dengan taraf nilai 0 sampai tiga.
a) Taraf 0 : tidak diperlukan dalam bekerja.
b) Taraf 1 : taraf rendah yang dibutuhkan dalam bekerja.
c) Taraf 2 : cukup perlu dalam pelaksanaan kerja
d) Taraf 3 : sangat perlu dalam pelaksanaan kerja.
Adapun yang dimaksud spesifikasi jabatan ialah : hasil yang diperoleh dari suatu job description. Dalam hal ini menitikberatkan kepada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat mengisi suatu jabatan. Kecuali itu dipergunakan juga untuk memudahkan seleksi dan penempatan. Pada lampiran I dilukiskan tentang tahap-tahap seleksi dari karyawan dan pada lampiran II model dari bentuk job analisis. Dengan mengetahuinya bentuk job analisis, memudahkan bagi mahasiswa untuk mencoba mempraktekkan cara membuat analisis jabatan.




B. Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM)
1 Pengertian
Menurut Andrew E. Sikula (1981 : 45) mengemukakan bahwa perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti memepertemukan kebutuhan tersebut agar peleksanaannya berinteraksi dengan rencana organisasi
Menurut George Milkovich dan Paul C. Nystrom (Dale Yoder, 1981:173) mendefinisikan bahwa perencanaan tenaga kerja adalah proses peramalan, pengembangan pengimplementasian dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat, yang secara otomatis lebih bermanfaat.
Menurut Handoko (1997, p. 53) perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi permintaan-permintaan bisbnis dan lingkungan pada organisasi di waktu yang akan datang.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian perencanaan SDM merupakan proses analisis dan identifikasi tersedianya kebutuhan akan sumber daya manusiasehingga organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya.
2 Tujuan
Tujuan dari perencanaan SDM itu sendiri yaitu memberikan petunjuk masa depan, menentukan dimana tenaga kerja diperoleh, kapan tenaga kerja dibutuhkan, dan pelatihan dan pengembangan jenis apa yang harus dimiliki tenaga kerja. Melalui rencana suksesi, jenjang karir tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang konsisten dengan kebutuhan suatu organisasi.
3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perencanaan Sumber Daya Manusia
Proses perencanaan sumber daya manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (Handoko, 1997,p. 55-57)
 Lingkungan Eksternal
a. Perkembangan ekonomi mempunyai pengaruh yang besar tetapi sulit diestimasi
b. Kondisi sosial-politik-hukum mempunyai implikkasi pada perencanaan sumber daya manusia melalui berbagai peraturan di bidang personalia, perubahan sikap dan tingkah laku, dan sebagainya
c. Sedangkan perubahan-perubahan teknologi sekarang ini tidak hanya sulit diramai tetapi juga sulit dinilai
d. Para pesaing merupakan suatu tantangan eksternal lainnya yang akan mempengaruhi permintaan sumber daya manusia organisasi. Sebagai contoh, “pembajakan” manajer akan memaksa perusahaan untuk selalu menyiapkan pentingnya melalui antisipasi dalam perencanaan sumber daya manusia.
 Keputusan-keputusan organisasional
Berbagai keputusan pokok organisasional mempengaruhi permintaan sumber daya manusia.
a. Rencana stratejik perusahaan adalah keputusan yang paling berpengaruh. Ini mengikat perusahaan dalam jangka panjang untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut menentukan jumlah dan kwalitas karyawanyang dibutuhkan di waktu yang akan datang.
b. Dalam jangka pendek, para perencana menterjemahkan rencana-rencana stratejik menjadi operasional dalam bentuk anggaran. Besarnya anggaran adalah pengaruh jangka pendek yang paling berarti pada kebutuhan sumber daya manusia.
c. Forecast penjualan dan produksi meskipun tidak setepat anggaran juga menyebabkan perubahan kebutuhan personalia jangka pendek.
d. Perluasan usaha berarti kebutuhan SDM baru.
e. Begitu juga, reorganisasi atau perancangan kembali pekerjaan-pekerjaan dapat secara radikal merubah kebutuhan dan memerlukan berbagai tingkat ketrampilan yang berbeda dari para karyawan di masa mendatang.
 Faktor-faktor persediaan karyawan
Permintaan sumber daya manusia dimodifikasi oleh kegiatan-kegiatan karyawan. Pension, permohonan berhenti, terminasi, dan kematian semuanya manikkan kebutuhan personalia. Data masa lalu tentang faktor-faktor tersebut dan trend perkembangannya bisa berfungsi sebagai pedoman perencanaan yang akurat.
4 Manfaat perencanaan SDM
Manfaat-manfaat tersebut antara lain: (Rivai, 2004,p. 48):
a. Perusahaan dapat memanfaatkan sumber manusia yang ada dalam perusahaan secara lebih baik.
b. Efektifitas kerja juga dapat lebih ditingkatkan apabila sumber daya manusia yang ada telah sesuai dengan kebutuhan perusahaan
c. Produktifitas dapat lebih ditingkatkan apabila memiliki data tentang pengatahuan, pekerjaan, pelatihan yang telah diikuti oleh sumber daya manusia.
d. Perencanaaan SDM berkaitan dengan penentuan kebutuhan tenaga kerja di masa depan, baik dalam arti jumlah dan kualifikasinya untuk mengisi berbagai jabatan dan menyelenggarakan berbagai aktifitas baru kelak
e. Mengetahui pasar tenaga kerja
f. Sebagai acuan dalam menyusun program pengembangan sumber daya manusia
5 Syarat-syarat prencanaan SDM
a. Harus mengetahui secara jelas masalah yang akan direncanakannya
b. Harus mampu mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang SDM
c. Harus mempunyai pengalaman luas tentang job analysis, organisasi dan situasi persediaan SDM
d. Harus mampu membaca situasi SDM masa kini dan masa mendatang
e. Mampu memperkirakan peningkatan SDM dan teknologi masa depan
f. Mengetahui secara luas tentang peraturan dan kebijaksanaan perburuhan pemerintah
6 Kendala-kendala Perencanaan Sumber Daya Manusia
a. Standar kemampuan SDM
Standar kemampuan SDM yang pasti belum ada, akibatnya informasi kemampuan SDM hanya berdasarkan ramalan-ramalan (prediksi) saja yang sifatnya subjektif.
b. Manusia (SDM) makhluk hidup
Manusia sebagai makhluk hidup tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti mesin.
c. Situasi SDM
Persediaan u, dan penyebaran penduduk yang kurang mendukung kebutujan SDM perusahaan.
d. Kebijaksanaan perburuhan pemerintah
Kebijaksanaan perburuhan pemerintah, seperti kompensasi, jenis kelamin, WNA, dan kendala lain dalam PSDM untuk membuat rencana yang baik dan tepat.

Makalah Konseling karir

KONSELING KARIR

I. Pendekatan Tradisional

A. Latar belakang . Teks ini dibagi menjadi dua teori perkembangan karir yaitu teori “tradisional ” dan teori pertumbuhan. Kita dapat menggunakan sebuah framework yang sama untuk membagi pendekatan-pendekatan ini menjadi konseling karir, setidaknya konseling karir dengan tujuan memilih karir realistis dan kepuasaan. Seringkali seseorang tidak puas dengan situasi pekerjaan mereka dan merasa tertekan karena hal ini, maka dibutuhkan apa yang disebut “konseling penyesuaian karir. Biasanya bentuk konseling karir ini tergantung pada beberapa strategi konseling personal, khususnya dengan isu klinis yang terkandung di dalamnya. Bab ini dilihat pada pendekatan tradisional untuk konseling pemilihan karir. Hal ini ditulis beberapa waktu yang lalu, dan perlu di perbaharui. Ambillah ini sebagai keputusan yang dapat Anda tinjau kembali isinya. Teks dan bacaan Anda yang berhubungan akan membantu Anda untuk melihat hal yang perlu diperbaharui.

II. Pandangan Tradisional Konseling Karir

Sebuah pendekatan konseling karir telah didefinisikan oleh Crites (1969) yaitu “Sebuah model artikulasi yang baik dan metode bantuan individu dalam membuat keputusan tentang peranan sepanjang hidup mereka dalam dunia kerja dan penyelesaian masalah yang timbul dalam proses pemilihan/penentuan. ” definisi ini adalah bagian yang paling jelas; hanya ambiguitas saja yaitu artinya ” artikulasi baik itu relatif.”

Ketika Crites (1974) mengusahakan sebuah overview pendekatan mayor bagi konseling karir, dia menemukan lima artikulasi baik secara relatif. Kondisi ini belum pernah dirubah sejak saat itu. Crites memulai sebuah investigasi sejarah pada psikologi kejuruan, termasuk bimbingan kejuruan dari konseling yang menonjol sampai era 1930 dan 1940, ketika konseling trait-and-factor mulai dibentuk. Pada akhir 1940an, konseling client-centered telah dipakai untuk memilih karir; dekade selanjutnya diikuti dengan kontribusi dari framework psikoanalisis. Hampir dalam waktu yang bersamaan, Donald Super (1957) mengajukan sebuah framework perkembangan implikasi bagi konseling. Akhirnya, Crites (1974) mencatat aplikasi tersebut pada akhir 1950an prinsip behavior bagi informasi karir-mencari dan memutuskan. Oleh karena itu, dia memutuskan bahwa secara sejarah ada lima pendekatan. Kemudian, Crites (1976) menganggap pendekatan sintetis nya sendiri untuk konseling karir.

Pendekatan ini dinamakan konseling trait-and-factors dikembangkan khusus bagi masalah karir. pendekatan ini menjadi pendekatan perkembangan terbaik dan standar bagi pendekatan lain yang dapat dibandingkan. Oleh karena itu, kami akan memakai pendekatan dan kekuatannya, sepanjang pendekatan behavior bagi konseling karir, terlihat sebagai artikulasi yang baik. Sisanya memiliki artikulasi yang kurang baik pada bidang karir pekerjaan, maka menerima sedikit perhatian.sedangkan hal yang baru, teori perkembangan yang kurang baik terhadap konseling karir sangat penting untuk dipelajari, unit ini meninjau kembali tiga pendekatan tradisional. Pembaca harus megetahui bahwa pendekatan-pendekatan ini dikembangkan pada tahun 1960an dan 70an.

Pendekatan client-centered

Pernyataan yang paling signifikan terhadap konseling karir client-centered tidak datang dari Carl Rogers, bukan juga pernyataan sistematis sebagai sebuah pendekatan isu karir tahun 1940an dan 1950an. Selama periode konseling client-centered menekankan pada penyesuaian sosial-emosional, yaitu pembuat pemilihan karir dan penyesuaian karir yang dibagi. Tidak ada gagasan atau prosedur yang ditawarkan bagi konseling karir.

Berdasarkan Crites (1974), Patterson (1964) mengeluarkan pernyataan terbaik dari teori client-centered yang digunakan bagi konseling karir. Pendekatan ini menekankan pada hasil dan karakteristik konselor yang konsisten dengan pendekatannya. Tujuan konseling yaitu kesesuaian-diri dan pengamalan konsep-diri. Kesesuaian yang ditawarkan konselor, empati, dan dan anggapan positif yang mutlak menetapkan elemen-elemen prinsip terapis dalam konseling dyad (Rogers, 1957).

Patterson (1964) menekankan bahwa konseling karir, khususnya ketika penggunaan tes dan informasi pekerjaan yang diputuskan, harus menetapkan hubungan dalam diri klien. Jika klien meminta informasi pekerjaan atau tes standar administrasinya, kemudian penggunaannya akan lebih konsisten dengan konseling client-centered.

Dalam rangkuman pendekatan ini, Crites (1974, 1981) memandang kontribusi yang penting bagi konseling karier sebagai penambah rasa sensitif konselor terhadap klien dalam pengambilan keputusan dan pengakuan bagaimana sebuah peranan pekerjan dapat mempengaruhi konsep hidup seseorang. Dalam kenyataannya, ada sedikit konseling khusus dalam client-centered bagi memilih karir dan meniru pekerjaan yang berhubungan dengan masalahnya.

III. Pendekatan Psikoanalisis

Kontribusi psikoanalisis pada awalnya bagi konseling karir datang bagi bagian terpenting dari Edward S. Bordin dan perkumpulannya di University of Michigan (Bordin, 1968); (Bordin;1990); (Bordin, & Kopplin,1973); (Borrdin, Nachman, & Segal, 1963). Bordin (1968), dalam tekanna tertentu saling mempengaruhi antara pribadi klien secara umum dan keputusan khusus, sebuah pendekatan Crites (1974) melabeli ” psikodinamis” . Label ini mungkin lebih sesuai, sejak pandangan Bordin sebagai konseling karir dibalik konsep psikoanalisis bagi sebuah sintesis psikoanalisis dan teori perkembangan lainnya. Contohnya, dia mengambil penddapat Roe , Rogers, dan Super sebagai kontribusi penting bagi konseling vokasional (Bordin, 1968). Pada intinya pendekatan ini adalah asumsi bahwa faktor internal (intrafisik) menjelaskan masalah klien yang memiliki pembuat keputusan. Sebagaimana yang diharapkan, Bordin dan perkumpulan lainnya dalam tulisan mereka tentang konseling karir hanya konsep dalam teori psikoanalisis. Mereka menamakan pendekatan mereka sebuah perkembangan dengan tujuan perkembangan. Mereka memandang hidup dalam siklus yang termasuk seri poin transisi; orang-orang pindah dari satu tahap ke tahap yang lain, meloncat dari satu masa stabil ke masa selanjutnya. Sebuah keputusan vokasional biasanya menandai poin transisi. Ketika seseorang terhalangi (blok intrapisik) atau mendapat tantangan perkembangan bercampur dengan keputusan tersebut, kesedihan akan mengurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk mencari pekerjaan.

Ketika hal ini dimulai dengan masalah keputusan karir, pendekatan psikodinamis akan dikembangkan dengan cepat dalam konseling personal. Faktanya Bordin (1968, hal 729) menggambarkan konseling kejuruan sebagai bentuk konftrontasi diri” kebimbangan karir adalah gejala sesuatu lain. Bordin memandang sebuah pilihan karir sebagai ungkapan konsep diri atau identitas diri. Dari semuanya, yaitu kesulitan membuat pilihan karir, sebuah ketidaklengkapan atau rasa salah adalah identitas yang tidak biasa.

Bordin dan Kopplin (1973) mengembangkan sebuah sistem diagnosa yang berusaha mengkategorikan masalah memutuskan karir. Versi sederhana sebuah kategori yang ada. Rangkuman yang mengurangi perluasan seperti subkategori yang menjamin pemisahan investigasi. Kesulitan sintesis. Situasi dimana tinjauan kognitif yang tidak cukup terjadi pada klien dalam memilih karir dengan benar. Masalah identitas. Kasus-kasus dimana persepsi diri yang digabungkan dengan pilihan masalah.

Konflik kepuasan. Hal-hal dimana pendekatan/penghindaran serta pendekatan/konflik pendekatan yang terjadi.

Orientasi perubahan. Kasus-kasus dimana ketidakpuasan diri dan keinginan untuk berubah secara personal menjadi potret sebuah pilihan karir.

Patologi jahat. Keadaan dimana fungsi seseorang tidak sanggup memutuskan pilihan karir atau bahkan hal-hal yang harus dikerjakan.

Masalah yang tidak dapat diklasifikasikan. Masalah-masalah yang tidak sesuai dengan kategori diatas.

Dalam usaha yang menggunakan sistem diatas, Bordin dan Koplin (1973) mengkalsifikasikan 82 kasus mahasiswa. Dari kasus tersebut, 59 % telah diagnosa yang berhubungan dengan indikasi masalah, sebuah hasil yang mereka jelaskan dengan mengingatkan pembaca bahwa formasi identitas adalah salah satu tugas perkembangan yang penting untuk masa remaja akhir dan awal masa dewasa. Kepercayaan dalam bekerja pada psikoanalitis dan teori perkembangan Erik Erikson telah terbukti. Ide Erikson (1964,1956,1963,1968) dalam identitas yang ditulis secara berkala dalam literature konseling karir psikoadinamis.

Proses konseling bagi pendekatan ini telah digambarkan oleh Bordin (1968) sebagaimana satu pendekatan dimana konselor berusaha mengoptimiskan perlawanan diri klien pada poin transisi dalam hidup yang ditandai dengan pemilihan karir. Hal ini diharapkaan bahwa klien mengekspresikan minimal (hanya terapis) kecemasan selama proses ini. Tiga tahap dalam proses ini dapat diteliti, melalui eksplorasi masalah, pengaturan kontrak, (membuat keputusan), dan bekerja melalui masalah perkembangan kesulitan membuat keputusan.

Konseling biasanya dimulai dengan tinjauan luar dan tinjauan kongnitif terhadap masalah keputusan karir. Kami menemukan kesulitan membedakan permulaan ini dari konseling trait-and-factor, yang akan dijelaskan kemudian. Ketika proses berlangsung, meskipun konselor menggabungkan konseling personal dengan masalah pemilihan karir. Contohnya :

Salah satu yang mengharapkan konselor karir psikodinamis untuk mempromosikan investigasi ketergantungan kebutuhan dan metode penyelesaian serta metode pengungkapan agresi. Keduanya akan memilih hubungan akhir pemilihan karir, karena pekerjaan dapat memberikan kepuasan keduanya. Ujian ketakutan dan keinginan klien akan lebih sesuai dan relevan.

Selanjutnya poin keputusan yang kritis akan dicapai melalui; beberapa cara konselor dan klien menegosiasikan apakah konseling berada di balik keputusan karir yang diambil atau tidak, serta bertahan pada tingkatan perubahan kepribadian. Kami berpendapat bahwa banyak kasus kesulitan perpaduan (pandangan kognitif memilih karir) tidak begitu dibutuhkan. Sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya, meskipun kebanyakan masalah dalam memilih karir ketika masa remaja adalah identitas yang berhubungan dan membutuhkan konseling personal.

Jika sebuah kontrak dibuat untuk melakukan konseling personal psikodinamis, “bekerja untuk perubahan” mengikuti cara yang sama dengan bertatap muka seperti terapi psikoanalitik-oriented. Teknik-teknis tersebut digunakan dalam tahap akhir, yaitu interpretasi utama yang bertujuan dalam pengertian atau peningkatan pemahaman diri. Ujian-ujian tersebut, khususnya ketertarikan, yang digunakan dan dipahami dalam konseling personal. Pandangan konselor memegang kunci isu perkembangan seperti orang tua/figur identitas, dan lainnya. Kekuatan ego dievaluasikan dan ditingkatkan melalui interpretasi terapis. Setelah konseling, pengurangan konfilk klien dan peningkatan energi fisik serta ego yang meningkat harus mengurangi kesulitan dalam memutuskan karir.,

Adanya bukti yaitu masalah identitas yang berhubungan dengan isu pemilihan karir (Galinsky, & fast, 1996; Hershenson, 1967). Meskipun, permohonan konseling karir psikodinamis tergantung pada seluruh daya tarik terhadap teori psikoanalitis, psikologi ego, dan perawatan modern yang digabungkan. Penting untuk dicatat bahwa pengalaman Bordin sebagai seorang klinis dan pratikan terapi, berbanding terbalik dengan akar pendekatan lainnya dalam pemikiran pendidik dan peneliti. Pelatihan secara klinis, praktek terapi, mayoritas orang yang menyumbang beberapa bentuk terapi berdasarkan analitis (Garfield & Kurtz, 1976), mungkin ketertarikan menggunakan pendekatan konseling karir ini dalam pengaturan perawatan seperti pusat kesehatan mental, praktek pribadi, dan lainnya secara tratdisional yang terlibat langsung dengan masalah karir ini.

IV. Pendekatan Perkembangan

Dalam pandangannya nya terhadap konseling karir, John Crites (1974, hal. 17) mengatakan bahwa pendekatan perkembangan “sistem bantuan klien yang komprehensif dan koheren dengan masalah karir belum diformulasikan.” meskipun belum satupun konseling trait and factor, yaitu pendekatan perkembangan, dimulai dengan tulisan Donald Super.

Dalam terminology proses konseling dan tujuannya, pendekatan perkembangan adalah gabungan antara client-centered dan teknik traits-and-factor ( Crites , 1974). Tujuan penting konseling adalah tujuan umum mempromosikan perkembangan karir. Hubungan tahap perkembangan Super, yaitu tujuan-tujuan tersebut lebih spesifik sebagaimana yang mereka artikan dengan tahap perkembangan selanjutnya yang sesuai dengan klien. Dalam setiap tahap perkembangan, mungkin ada beberapa kemampuan yang berjalan konsisten dengan teori perkembangan karir. Banyak pendekatan perkembangan yang ditunjukkan kemudian dalam diskusi pendekatan komprehensif Crites terhadap konseling karir.

V. Pendekatan Trait-and-factor

Jauh sebelum 1930an, konseling trait-and-factor merupakan pendekatan tradisional bagi pengmabilan keputusan karir dan standar bagi semua bentuk konseling karir yang ada. Meskipun menonjol dalam sejarah psikologi kejuruan (Vocational), hal ini telah dikritisi dengan beberapa alasan yang besar. Namun, hal ini memperlihatkan bahwa konselor memiliki banyak orientasi yang berbeda, ketika menghadapi keinginan klien yang sesuai secara psikologis untuk membuat keputusan pendidikan atau kejuruan, hampir berputar menuju pendekatan yang sama dengan yang akan digambarkan sebagai konseling trait-and-factor. Karena penggunaannya menyebar, pendekatan ini memiliki gambaran yang lebih detail dari yang lainnya.

Pendekatan trait-and-factor bagi konseling didasari oleh teori sikap yang menyatakan bahwa manusia dapat dimengerti menurut sikap yang mereka tunjukan. Sikap-sikap tersebut adalah karakteristik stabil, dipercaya sebagai bilangan terbatas, daripada kemampuan orang untuk merespo situasi yang sama secara konsisten. Contohnya sikap yang biasanya dimengerti yaitu intelegensi, ambisi, bakate, penghargaan diri. Sedangkan sikap internal seseorang yang tidak dapat diobservasi, dapat mereka bentuk dengan cara mengobservasi sikap yang mereka tunjukan. Penilaian standar, khususnya perlengkapan laporan diri, telah diartikan dengan mempelajari sifat-sifat tersebut. Faktor-faktor secara statistical menggambarkan sifat-sifat yang diperkirakan. Dengan melakukan teknis korelasi kemajuan (faktor analisi), bukti satistik di dapat bagi sifat kepercayaan.

Dalam sebuah konteks konseling, jika seseorang dapat mempelajari sifat klien yang relevan bekerja, seseorang tersebut dapat menolong kliennya untuk memilih pekerjaan yang sesuai bagi mereka. Jelaslah mengapa konseling trait-and-factor telah digambarkan sebagai ” penyesuaian orang terhadap pekerjaan” dan dikritisi sebagai “square-peg”, teori square-hole”.